Minggu, 24 Desember 2017

Lukisan Tembok

Seni Lukis Tembok

Menurut Kuntjaraningrat, Kesenian ialah kompleks dari berbagai ide-ide, norma-norma, gagasan, nilai-nilai, serta peraturan dimana kompleks aktivitas dan tindakan tersebut berpola dari manusia itu sendiri dan pada umumnya berwujud berbagai benda-benda hasil ciptaan manusia. Selain itu seni juga memiliki arti sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh manusia dengan menggunakan tangannya sendiri sehingga menghasilkan sesuatu. Bisa digaris bawahi bahwa kesenian itu adalah hasil karya tangan manusia, seperti lukisan, patung, dan lain sebagainya.

Bali adalah salah satu daerah yang memiliki kesenian paling beragam, mulai dari tarian, lukisan, patung, dan masih banyak lagi. Salah satu kesenian yang akan dijelaskan dalam paparan kali ini adalah Seni Lukis Tembok. Seni lukis di tembok sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Salah satu pelukis tembok yang terkenal di Desa Jineng Dalem, Buleleng, Bali adalah Ketut Juli Suardipa.

Karya seni yang ia buat tidak hanya berupa lukisan di tembok, ada juga kolam hias, batu sikat, dan taman rumahan. Berikut adalah gambar lukisan dari Ketut juli Suardipa.
Lukisan Tembok Motif Batu Palimanan
Lukisan Tembok Motif Binatang
Lukisan Tembok Motif Pemandangan





Rabu, 20 Desember 2017

APEM BALI

APEM BALI

Bali adalah destinasi wisata yang memiliki berbagai macam kuliner khas. Berbicara Bali tidak akan pernah ada habisnya, karena Bali memiliki beragam kebudayaan dan makanan yang mungkin tidak ada di daerah lain. Bali biasanya identik dengan makanan yang serba pedas. Bukan saja makanan, beberapa jajanan khas bali begitu diminati oleh masyarakat luar. Salah satu jajanan yang sering dijumpai dan dikonsumsi oleh masyarakat Bali khusunya ketika ada upacara yadnya adalah jajan apem. Apem merupakan salah satu jajan yang terbuat dari tepung beras. Dahulu sebelum adanya bahan pewarna, biasanya dalam pembuatan jajan apem hanya menggunakan gula aren saja, tidak menggunakan pewarna alami, karena jajan apem bisa tidak mekar. Berikut adalah bahan serta cara pembuatannya.

Bahan-bahan:
-  1 Kg Tepung Beras
- Air
-  1/2 Tepung Terigu
- Tuak
- 1 Kg Gula
- Garam secukupnya
- Pewarna Makanan
- Daun Pisang

Cara Pembuatan:
  1. Siapkan terlebih dulu wadah besar atau baskom besar untuk membuat adonan.
  2. Masukkan tepung beras, tepung terigu, gula, garam, tuak dan pewarna makanan jika ingin warna berbeda. Namun jika ingin warna coklat gunakan gula aren saja.
  3. Ulet adonan sampai benar-benar merata, lalu masukkan air sedikit demi sedikit. 
  4. Lakukan penguletan adonan hingga 30 menit agar hasilnya maksimal dan mau mengembang. Dalam waktu 30 menit tersebut silakan campurkan air sedikit demi sedikit, sampai adonan sedikit cair, namun jangan sampai terlalu cair seperti air.
  5. Setelah itu, letakkan baskom yang berisi adonan tersebut pada tempat yang panas agar cepat mengembang istilah balinya adalah nadi. Biasanya kita tunggu sekitar 2-3 jam agar benar-benar adonan nadi.
  6. Setelah itu siapkan alat-alat untuk mengukus, bisa menggunakan panci dan bisa juga menggunakan dangdang dan kukusan. Jika ingin membuat bentuk yang kerucut gunakanlah kukusan dan dangdang. Jika ingin membuat yang datar maka gunakan panci saja.
  7. Setelah air dalam panci panas, maka siapkanlah adonana tersebut sesuai dengan bentuk yang kita mau. Misalnya jika ingin membuat kerucut, siapkan terlebih dulu wadahnya yang terbuat dari daun pisang.
  8. Setelah itu dikukus. Proses ini memakan waktu sampai 30 menit.
  9. Setelah selesai dikukus, apem bali bisa dinikmati.
Apem yang Dibuat Menggunakan Cangkir


Apem yang Dibuat Menggunakan Daun Pisang

Teknik Panen Padi

Teknik Panen yang Masih Tradisional
Di Desa Giri Mas


Minggu, 17 Desember 2017, suasana pagi begitu cerah. Udara segar berhembus di Desa Giri Mas. Hamparan sawah mempercantik desa tersebut. Tradisi panen padi di Desa Giri Mas masih sangat tradisional dibandingkan dengan perkembangan teknologi saat ini. Proses panen padi di Desa Giri Mas menggunakan renggong, dimana masyarakat memisahkan bulir padi dengan batangnya dengan cara membanting batang padi ke atas renggong agar bulir padi terpisah dari batangnya. Hal ini sangat langka ditemukan di desa lain, karena petani sudah beralih menggunakan mesin rontok padi. Mesin ini sangat efisien dibandingkan dengan cara tradisional.
Masyarakat tampak ceria dan bersemangat untuk menjalani pekerjaan yang tradisional tersebut. “Saya masih menggunakan alat tradisional karena tidak ingin areal sawah saya tercemar, mesin pengrontok itu mengeluarkan asap dan bahan bakarnya yang dapat mencemari air sawah”, Ujar Made Asmara salah satu pemilik sawah di Desa Giri Mas. “Selain pemanenan padi secara tradisional saya juga menggarap sawah dengan alat-alat yang masih tradisional dengan tenaga sapi”, ujarnya kembali.
Tidak hanya pemilik sawah yang bekerja. Seorang wanita paruh baya yang mengenakan baju merah, tampak sibuk membawa batang padi yang belum terpisah dengan bulirnya. Wanita itu bercucuran keringat. “Saya bekerja disini, biasanya saya mendapat upah berupa padi sebanyak sepuluh ember berbandig satu ember”, Ujar Ketut Puspa seorang wanita yang kala itu sedang bekerja di sawah milik Made Asmara. “Saya sudah biasa bekerja seperti ini, saya bersyukur masih bisa bekerja, walaupun kerjaannya panas-panasan bahkan kehujanan, kalau tidak ada panen padi paling saya ikut membantu menanam benih padi”, ujarnya kembali dengan keringat yang terus menetes pada pipinya.
Terik matahari semakin panas, beberapa perempuan tampak duduk didekat Ketut Puspa, dengan beralaskan terpal. Wanita itu membawa penetekkan yang terbuat dari besi yang panjangnya sekitar 50 cm. Kegiatan perempuan tersebut hanya mencari sisa-sisa bulir padi yang masih menempel di batang padi. “Saya sering munuh disini, karena rumah saya juga dekat, dulu saya juga melakukan pekerjaan yang sama seperti Ketut Puspa, tetapi sekarang saya sudah tua, tenaga saya juga sudah menurun, jadi tidak bisa ikut nigtigang”, ujar wanita tua yang sering disapa Nyoman Asri. 

Wanita tua tersebut, sangat semangat untuk mengumpulkan butiran-butiran padi yang masih menempel. Tangan kriputnya berusaha melepaskan butiran padi yang menempel begitu kuat. “Saya biasanya dapat sekitar satu ember perhari, kadang bisa lebih dan bisa juga kurang, karena tergantung pada bagus jeleknya tanaman padi”, ujar wanita tua tersebut dengan nada yang kelelahan.
Di sela-sela wanita itu sedang sibuk memilah bulir padi, seorang laki-laki datang mendekati wanita tersebut. Ia adalah pemilik sawah yang sedang panen pula. “Kalau disini selalu menanam padi, tidak pernah menanam yang lain, karena subak disini selalu mengadakan gotong royong untuk membersihkan saluran air, sehingga kami disini belum pernah kekurangan air”,ujar Made Karniasa yang sering disapa Molog.
Sawah Made Molog juga melakukan pemanenan dengan cara yang sama dengan Made Asmara. “Saya  selalu panen dengan cara tradisional karena dapat menghemat uang juga untuk kelestarian alam, disamping itu warga disini banyak yang memelihara sapi, jadi batangnya itu dikasi untuk pakan ternak mereka”, Ujar Made Molog.
Banyak masyarakat yang sibuk juga menyabit batang padi untuk ternak mereka. Puluhan orang berlomba untuk mendapatkan batang padi sebanyak-banyaknya. “Saya mencari batang padi untuk ternak saya di rumah, nanti saya keringkan agar bisa saya pakai saat musim kemarau”, ujar lelaki muda yang saat itu tengah membantu orang tuanya mencari batang padi. “Saat ini saya liburan sekolah, jadi membantu orang tua untuk mencari batang padi, batang padi ini tahan sampai berbulan-bulan jika sudah kering,” ujarnya kembali.
Seorang anak kecil turut andil dalam pekerjaan sawah. Anak kecil yang sering disapa Suta ikut membantu menyabit batang padi dengan ibunya. Anak kecil ini tampak begitu riang melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa. Tangan kecilnya begitu sigap menebas batang-batang padi. “Saya senang pergi ke sawah, apalagi bisa membantu ibu”, ujar putra kecil dari wanita paruh baya yang sedang sibuk menebas batang padi.
Beberapa saat anak itu terlihat kelelahan. Duduk dengan sabit yang masih pada genggamannya. Seorang wanita paruh baya mendekatinya dengan memberikan sebungkus minuman dingin. “Saya sering ikut ke sawah, bosan juga di rumah sendirian, semua pada kerja”, ujar suta dengan lesung pipi yang terpancar dari pipinya. Anak itu begitu disegani oleh masyarakat karena perilakunya yang sangat berbeda dengan anak-anak seusianya. “Dia memang sering ikut ke sawah, apalagi kalau hari libur pasti selalu ikut, anaknya pendiam dan juga pemalu”, ujar Made Molog.

RENGGONG (LOCAL GENIUS ORANG BALI)

Local Genius merupakan bakat atau kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat sebagai karakteristik di daerah tersebut. Masyarakat Bali sangat dikenal memiliki lokal genius yang sudah mendapatkan penghargaan dari luar negeri. Salah satu local genius yang menjadi identitas masyarakat Bali adalah subak. Subak merupakan salah satu teknologi perairan yang ada di Bali. Subak bertujuan agar pembagian air masyarakat Bali terkontrol dan setara. Selain Subak, pada bidang alat pertanian adanya tenggala dan juga renggong. Kedua alat ini sangat berperan untuk menanam padi. Tenggala biasanya digunakan oleh masyarakat Bali untuk menggemburkan tanah agar mudah ditanami padi, sedangkan renggong adalah alat rontok padi yang secara sederhana. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai renggong.

Renggong merupakan salah satu hasil dari kemampuan masyarakat agar mampu memisahkan batang padi dengan bulih padi. Renggong ini bentuknya sangat sederhana. Renggong terbuat dari kayu atau bambu yang berbentuk segi tiga.
Petani yang Menggunakan Renggong Merontokkan Padi


NGEJOT (KEARIFAN LOKAL)

TRADISI NGEJOT DI BALI

Bali merupakan pulau yang memiliki banyak kebudayaan. Bali terkenal hingga saat ini dikarenakan kebudayaannya yang begitu beragam dan tiada duanya. Beberapa kebudayaan yang ada di Bali adalah tradisi Ngaben, Ngunying, membuat Penjor, dan lain sebagainya. Ngejot adalah salah satu kebudayaan orang-orang Bali. Ngejot merupkan salah satu bentuk rasa syukur kepada Tuhan. Tidak hanya persembahan untuk para Dewa, ngejot juga diberikan untuk sesama, dan bhuta kala.  Berikut ini akan dijelaskan mengenai tradisi Ngejot di Bali.
Ngejot adalah penerapan ajaran ajaran Kesusilaan Hindu, dimana banten ngejot adalah untuk menahan nafsu dalam diri dan tidak mementingkan diri sendiri terlebih dahulu. Ngejot biasanya dilaksanakan setelah selesai memasak makanan yang kita buat. Masyarakat hindu dilarang memakan makanan sebelum ngejot, agar makanan masih sukla.

Tujuan dari ngejot adalah untuk mewujudkan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi dengan cara mempersembahkan masakan kita kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebelum kita menikmatinya agar kita mendapatkan berkah dariNya. 

Di Desa Sanggalangit tradisi ngejot terdiri dari 2 yaitu:
1. Ngejot Selesai Masa
Ngejot selesai masak biasanya berupa makanan yang kita masak, terutama nasi. Biasnya alas yang digunakan untuk mebanten ngejot adalah dauh pisang yang dipotong kecil-kecil. Biasanya di atas daun diisi nasi dan lauk.

Contoh Ngejot Makanan

2. Ngejot Saat Upacara
Biasanya masyarakat hindu akan mebuat jotan ketika melakukan upacara yadnya, seperti metatah, tiga bulanan, maupun pernikahan. Bentuk jotan ini bermacam-macam, ada yang berupa makanan khas seperti lawar, sate lilit, dan ada lagi berupa jajanan yang dibuat seperti jajan kaliadrem, apem, bantal, dan lain sebagainya. Saat upacara pernikahan, biasanya pihak lelaki akan membawa beberapa suguhan untuk keluarga perempuan. Suguhan yang diberikn bisa berupa buah-buahan, makanan, nasi, lawar, sate, bahkan ada yang berupa babi guling. Suguhan inilah yang biasanya dibuat jotan kepada orang-orang terdekat yang ikut membantu kelancaran upacaranya.

Lukisan Tembok

Seni Lukis Tembok Menurut Kuntjaraningrat, Kesenian ialah kompleks dari berbagai ide-ide, norma-norma, gagasan, nilai-nilai, serta per...