Rabu, 20 Desember 2017

Teknik Panen Padi

Teknik Panen yang Masih Tradisional
Di Desa Giri Mas


Minggu, 17 Desember 2017, suasana pagi begitu cerah. Udara segar berhembus di Desa Giri Mas. Hamparan sawah mempercantik desa tersebut. Tradisi panen padi di Desa Giri Mas masih sangat tradisional dibandingkan dengan perkembangan teknologi saat ini. Proses panen padi di Desa Giri Mas menggunakan renggong, dimana masyarakat memisahkan bulir padi dengan batangnya dengan cara membanting batang padi ke atas renggong agar bulir padi terpisah dari batangnya. Hal ini sangat langka ditemukan di desa lain, karena petani sudah beralih menggunakan mesin rontok padi. Mesin ini sangat efisien dibandingkan dengan cara tradisional.
Masyarakat tampak ceria dan bersemangat untuk menjalani pekerjaan yang tradisional tersebut. “Saya masih menggunakan alat tradisional karena tidak ingin areal sawah saya tercemar, mesin pengrontok itu mengeluarkan asap dan bahan bakarnya yang dapat mencemari air sawah”, Ujar Made Asmara salah satu pemilik sawah di Desa Giri Mas. “Selain pemanenan padi secara tradisional saya juga menggarap sawah dengan alat-alat yang masih tradisional dengan tenaga sapi”, ujarnya kembali.
Tidak hanya pemilik sawah yang bekerja. Seorang wanita paruh baya yang mengenakan baju merah, tampak sibuk membawa batang padi yang belum terpisah dengan bulirnya. Wanita itu bercucuran keringat. “Saya bekerja disini, biasanya saya mendapat upah berupa padi sebanyak sepuluh ember berbandig satu ember”, Ujar Ketut Puspa seorang wanita yang kala itu sedang bekerja di sawah milik Made Asmara. “Saya sudah biasa bekerja seperti ini, saya bersyukur masih bisa bekerja, walaupun kerjaannya panas-panasan bahkan kehujanan, kalau tidak ada panen padi paling saya ikut membantu menanam benih padi”, ujarnya kembali dengan keringat yang terus menetes pada pipinya.
Terik matahari semakin panas, beberapa perempuan tampak duduk didekat Ketut Puspa, dengan beralaskan terpal. Wanita itu membawa penetekkan yang terbuat dari besi yang panjangnya sekitar 50 cm. Kegiatan perempuan tersebut hanya mencari sisa-sisa bulir padi yang masih menempel di batang padi. “Saya sering munuh disini, karena rumah saya juga dekat, dulu saya juga melakukan pekerjaan yang sama seperti Ketut Puspa, tetapi sekarang saya sudah tua, tenaga saya juga sudah menurun, jadi tidak bisa ikut nigtigang”, ujar wanita tua yang sering disapa Nyoman Asri. 

Wanita tua tersebut, sangat semangat untuk mengumpulkan butiran-butiran padi yang masih menempel. Tangan kriputnya berusaha melepaskan butiran padi yang menempel begitu kuat. “Saya biasanya dapat sekitar satu ember perhari, kadang bisa lebih dan bisa juga kurang, karena tergantung pada bagus jeleknya tanaman padi”, ujar wanita tua tersebut dengan nada yang kelelahan.
Di sela-sela wanita itu sedang sibuk memilah bulir padi, seorang laki-laki datang mendekati wanita tersebut. Ia adalah pemilik sawah yang sedang panen pula. “Kalau disini selalu menanam padi, tidak pernah menanam yang lain, karena subak disini selalu mengadakan gotong royong untuk membersihkan saluran air, sehingga kami disini belum pernah kekurangan air”,ujar Made Karniasa yang sering disapa Molog.
Sawah Made Molog juga melakukan pemanenan dengan cara yang sama dengan Made Asmara. “Saya  selalu panen dengan cara tradisional karena dapat menghemat uang juga untuk kelestarian alam, disamping itu warga disini banyak yang memelihara sapi, jadi batangnya itu dikasi untuk pakan ternak mereka”, Ujar Made Molog.
Banyak masyarakat yang sibuk juga menyabit batang padi untuk ternak mereka. Puluhan orang berlomba untuk mendapatkan batang padi sebanyak-banyaknya. “Saya mencari batang padi untuk ternak saya di rumah, nanti saya keringkan agar bisa saya pakai saat musim kemarau”, ujar lelaki muda yang saat itu tengah membantu orang tuanya mencari batang padi. “Saat ini saya liburan sekolah, jadi membantu orang tua untuk mencari batang padi, batang padi ini tahan sampai berbulan-bulan jika sudah kering,” ujarnya kembali.
Seorang anak kecil turut andil dalam pekerjaan sawah. Anak kecil yang sering disapa Suta ikut membantu menyabit batang padi dengan ibunya. Anak kecil ini tampak begitu riang melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa. Tangan kecilnya begitu sigap menebas batang-batang padi. “Saya senang pergi ke sawah, apalagi bisa membantu ibu”, ujar putra kecil dari wanita paruh baya yang sedang sibuk menebas batang padi.
Beberapa saat anak itu terlihat kelelahan. Duduk dengan sabit yang masih pada genggamannya. Seorang wanita paruh baya mendekatinya dengan memberikan sebungkus minuman dingin. “Saya sering ikut ke sawah, bosan juga di rumah sendirian, semua pada kerja”, ujar suta dengan lesung pipi yang terpancar dari pipinya. Anak itu begitu disegani oleh masyarakat karena perilakunya yang sangat berbeda dengan anak-anak seusianya. “Dia memang sering ikut ke sawah, apalagi kalau hari libur pasti selalu ikut, anaknya pendiam dan juga pemalu”, ujar Made Molog.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lukisan Tembok

Seni Lukis Tembok Menurut Kuntjaraningrat, Kesenian ialah kompleks dari berbagai ide-ide, norma-norma, gagasan, nilai-nilai, serta per...