Di Desa Giri Mas
Minggu,
17 Desember 2017, suasana pagi begitu cerah. Udara segar berhembus di Desa Giri
Mas. Hamparan sawah mempercantik desa tersebut. Tradisi panen padi di Desa Giri
Mas masih sangat tradisional dibandingkan dengan perkembangan teknologi saat
ini. Proses panen padi di Desa Giri Mas menggunakan renggong, dimana masyarakat memisahkan bulir padi dengan batangnya
dengan cara membanting batang padi ke atas renggong
agar bulir padi terpisah dari batangnya. Hal ini sangat langka ditemukan di
desa lain, karena petani sudah beralih menggunakan mesin rontok padi. Mesin ini
sangat efisien dibandingkan dengan cara tradisional.
Masyarakat
tampak ceria dan bersemangat untuk menjalani pekerjaan yang tradisional
tersebut. “Saya masih menggunakan alat tradisional karena tidak ingin areal
sawah saya tercemar, mesin pengrontok itu mengeluarkan asap dan bahan bakarnya
yang dapat mencemari air sawah”, Ujar Made Asmara salah satu pemilik sawah di
Desa Giri Mas. “Selain pemanenan padi secara tradisional saya juga menggarap
sawah dengan alat-alat yang masih tradisional dengan tenaga sapi”, ujarnya
kembali.
Tidak
hanya pemilik sawah yang bekerja. Seorang wanita paruh baya yang mengenakan
baju merah, tampak sibuk membawa batang padi yang belum terpisah dengan
bulirnya. Wanita itu bercucuran keringat. “Saya bekerja disini, biasanya saya
mendapat upah berupa padi sebanyak sepuluh ember berbandig satu ember”, Ujar
Ketut Puspa seorang wanita yang kala itu sedang bekerja di sawah milik Made
Asmara. “Saya sudah biasa bekerja seperti ini, saya bersyukur masih bisa
bekerja, walaupun kerjaannya panas-panasan bahkan kehujanan, kalau tidak ada
panen padi paling saya ikut membantu menanam benih padi”, ujarnya kembali
dengan keringat yang terus menetes pada pipinya.
Terik
matahari semakin panas, beberapa perempuan tampak duduk didekat Ketut Puspa,
dengan beralaskan terpal. Wanita itu membawa penetekkan yang terbuat dari besi yang panjangnya sekitar 50 cm.
Kegiatan perempuan tersebut hanya mencari sisa-sisa bulir padi yang masih
menempel di batang padi. “Saya sering munuh
disini, karena rumah saya juga dekat, dulu saya juga melakukan pekerjaan yang
sama seperti Ketut Puspa, tetapi sekarang saya sudah tua, tenaga saya juga
sudah menurun, jadi tidak bisa ikut nigtigang”,
ujar wanita tua yang sering disapa Nyoman Asri.
Wanita
tua tersebut, sangat semangat untuk mengumpulkan butiran-butiran padi yang
masih menempel. Tangan kriputnya berusaha melepaskan butiran padi yang menempel
begitu kuat. “Saya biasanya dapat sekitar satu ember perhari, kadang bisa lebih
dan bisa juga kurang, karena tergantung pada bagus jeleknya tanaman padi”, ujar
wanita tua tersebut dengan nada yang kelelahan.
Di
sela-sela wanita itu sedang sibuk memilah bulir padi, seorang laki-laki datang
mendekati wanita tersebut. Ia adalah pemilik sawah yang sedang panen pula.
“Kalau disini selalu menanam padi, tidak pernah menanam yang lain, karena subak
disini selalu mengadakan gotong royong untuk membersihkan saluran air, sehingga
kami disini belum pernah kekurangan air”,ujar Made Karniasa yang sering disapa
Molog.
Sawah
Made Molog juga melakukan pemanenan dengan cara yang sama dengan Made Asmara. “Saya selalu panen dengan cara tradisional karena dapat
menghemat uang juga untuk kelestarian alam, disamping itu warga disini banyak
yang memelihara sapi, jadi batangnya itu dikasi untuk pakan ternak mereka”,
Ujar Made Molog.
Banyak
masyarakat yang sibuk juga menyabit batang padi untuk ternak mereka. Puluhan
orang berlomba untuk mendapatkan batang padi sebanyak-banyaknya. “Saya mencari
batang padi untuk ternak saya di rumah, nanti saya keringkan agar bisa saya
pakai saat musim kemarau”, ujar lelaki muda yang saat itu tengah membantu orang
tuanya mencari batang padi. “Saat ini saya liburan sekolah, jadi membantu orang
tua untuk mencari batang padi, batang padi ini tahan sampai berbulan-bulan jika
sudah kering,” ujarnya kembali.
Seorang anak
kecil turut andil dalam pekerjaan sawah. Anak kecil yang sering disapa Suta
ikut membantu menyabit batang padi dengan ibunya. Anak kecil ini tampak begitu
riang melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa. Tangan
kecilnya begitu sigap menebas batang-batang padi. “Saya senang pergi ke sawah,
apalagi bisa membantu ibu”, ujar putra kecil dari wanita paruh baya yang sedang
sibuk menebas batang padi.
Beberapa
saat anak itu terlihat kelelahan. Duduk dengan sabit yang masih pada genggamannya.
Seorang wanita paruh baya mendekatinya dengan memberikan sebungkus minuman
dingin. “Saya sering ikut ke sawah, bosan juga di rumah sendirian, semua pada
kerja”, ujar suta dengan lesung pipi yang terpancar dari pipinya. Anak itu
begitu disegani oleh masyarakat karena perilakunya yang sangat berbeda dengan
anak-anak seusianya. “Dia memang sering ikut ke sawah, apalagi kalau hari libur
pasti selalu ikut, anaknya pendiam dan juga pemalu”, ujar Made Molog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar