Rabu, 17 Mei 2017

BUDAYA DEWA AYU (TUSUK KERIS) DESA SANGGALANGIT (Kec. Gerokgak. Kab. Buleleng, Provinsi Bali)



BUDAYA DEWA AYU (TUSUK KERIS)
DESA SANGGALANGIT
(Kec. Gerokgak. Kab. Buleleng, Provinsi Bali)

Budaya tusuk keris (dewa ayu) merupakan tarian sakral bagi warga Karangasem Seraya. Konon ketika gunung agung meletus sekitar tahun 1963, warga Karangasem Seraya mengungsi ke Bali Utara tepatnya di desa Sanggalangit. Namun tidak hanya di desa Sanggalangit, hampir semua wilayah kecamatan Gerokgak terdapat penduduk yang berasal dari Karangasem Seraya. Penduduk paling banyak Karangasem Seraya adalah desa Pemuteran.
Tarian dewa ayu dilakukan pada saat upacara tiga bulanan bayi, pengabenan, ngenteg Linggih, dan melabaan cicing kambing. Tarian dewa ayu ini memiliki sifat yang sakral dan mistis. Tarian dewa ayu dilakukan oleh banyak orang yang mengalami sumbuan. Orang sumbuan adalah orang yang sudah ditakdirkan dan mendapat restu dari Ida Sang Hyang Widhi untuk menarikan tarian ini. Tidak semua warga Seraya dapat menari dewa ayu. Tarian dewa ayu masuk dalam kategori tari sang hyang, karena tari dewayu ditujukan untuk para Dewa dan Leluhur.
Pada prosesi tarian dewa ayu, banten yang merupakan kharakteristik dari tarian tersebut adalah banten peneman. Tanpa adanya banten tersebut, maka tarian dewa ayu tidak akan dapat dilakukan. Tarian dewa ayu tidak dibatasi oleh umur, jenis kelamin, ataupun yang lainnya. Seseorang yang sudah mendapatkan restu untuk menari, maka akan seterusnya dapat menarikan tarian tersebut. Sehingga saat upacara dimulai, tanpa menaripun orang tersebut akan secara tidak sadar menyambar keris penari lain.
Tarian dewa ayu ini menggunakan keris. Keris yang digunakan tidak sembarangan. Keris harus dibuat langsung oleh seorang pande. Setelah keris selesai dibuat, keris tersebut harus di  Pasupati atau disucikan. Tempat menaruh keris tersebut adalah tempat suci. Apabila keris jatuh dan tergeletak di tanah, maka keris tersebut harus diberikan tirta atau air suci untuk mensucikannya lagi. Hal ini dikarenakan tanah identik dengan suasana yang kotor atau tidak suci, sehingga harus di bersihkan kembali. Tidak sembarangan orang dapat memiliki keris tersebut, hanya seorang pande dan jero mangku yang memiliki keris tersebut.
Proses dari tarian dewa ayu adalah:
1.        Nyari/Makan
Dalam tarian dewa ayu, hal pertama yang dilakukan setelah sembahyang bersama adalah nyari. Nyari berasal dari kata “sari” yang artinya inti. Nyari  atau makan bertujuan untuk memohon berkah dari dewa dengan memakan nasi dan lauk yang sudah di persembahkan kepada dewa. Biasanya nyari dilakukan di  dalam merajan tempat upacara dilaksanakan.
2.        Mesapa
Proses kedua dari upacara dewa ayu adalah mesapa. Kata mesapa berasal dari kata “sapa” yang artinya menyambut. Dalam proses mesapa, orang-orang yang ingin menari dewa ayu natab banten pesapaan. Tujuan dari banten ini adalah untuk memohon doa restu dari dewa, agar diberikan restu untuk menarikan tarian sakral ini yaitu dewa ayu.
3.        Ngelegong atau menari
Pada proses inilah tarian dewa ayu terjadi. Awalnya penari hanya menari dengan biasa saja dan memejamkan mata dengan aluan gong yang mengguncang. Saat itu penari akan meresapi dan menikmati alunan musik gong tanpa sadarkan diri. Biasanya ketika musing gong pada tempo yang cepat, tanpa sadar orang akan kerauhan dan ingin mengambil keris yang telah didisiapkan oleh pemangku ataupun pihak pemilik upacara. Pada saat yang bersamaan, orang-orang akan banyak kerauhan, sehingga jika keris sedikit, maka penari akan digilir sesuai dengan jumlah keris yang ada. Penari yang tidak mendapatkan keris harus di pegang dengan kuat, karena tenaga penari lebih kuat dari aslinya.
Dalam menari, seorang penari dewa ayu dapat menggunakan 1-3 keris secara bersamaan. Setiap penari memiliki cara menari yang berbeda-beda, ada yang menusukkan keris pada lehernya, ada juga yang menusukkan keris pada atas payudaranya.
4.        Nunas Tirta atau minum air suci
Minum air suci merupakan proses terakhir dari tarian dewa ayu. Ketika selesai menari, penari dewa ayu akan lemas. Ciri apabila penari selesai menari adalah menguncupkan tangannya yang berisi keris didepan dahinya. Maka saat itu, keris harus segera diambil agar tidak jatuh dan menyentuh tanah. Selanjutnya penari akan dipapah menuju jeroan untuk minum air suci serta melakukan pengelukatan. Tujuan dari pemberian air suci ini adalah untuk memulihkan tenaga penari. Pada saat menari, penari tidak sadarkan diri dan banyak mengeluarkan tenaga saat menari.
Penari jika tidak merasa puas, akan kembali menari pada gelombang selanjutnya. Pada saat menari awal, penari akan secara bersamaan menari, namun tidak semua penari akan kerauhan. Setelah selesai penari yang kerauhan menari, barulah penari lain akan menari kembali. Hal ini akan terus berulang sampai seluruh penari merasa puas menarikan tarian dewa ayu.

Sebagian besar masyarakat Karangasem Seraya tidak memperbolehkan saat menari penonton mengeluarkan kata-kata kasar ataupun acuh tak acuh dalam upacara tersebut. Hal tersebut akan memicu timbulnya rasa marah dari penari dewa ayu itu sendiri. Terdapat beberapa kejadian ketika hal tersebut dilanggar salah satunya adalah penonton yang mengatakan hal tersebut, terkena kotekan keris pada bibirnya. 


Lukisan Tembok

Seni Lukis Tembok Menurut Kuntjaraningrat, Kesenian ialah kompleks dari berbagai ide-ide, norma-norma, gagasan, nilai-nilai, serta per...