BUDAYA
DEWA AYU (TUSUK KERIS)
DESA
SANGGALANGIT
(Kec.
Gerokgak. Kab. Buleleng, Provinsi Bali)
Budaya
tusuk keris (dewa ayu) merupakan tarian sakral bagi warga Karangasem Seraya.
Konon ketika gunung agung meletus sekitar tahun 1963, warga Karangasem Seraya
mengungsi ke Bali Utara tepatnya di desa Sanggalangit. Namun tidak hanya di
desa Sanggalangit, hampir semua wilayah kecamatan Gerokgak terdapat penduduk yang
berasal dari Karangasem Seraya. Penduduk paling banyak Karangasem Seraya adalah
desa Pemuteran.
Tarian
dewa ayu dilakukan pada saat upacara tiga bulanan bayi, pengabenan, ngenteg Linggih, dan melabaan cicing kambing. Tarian dewa ayu
ini memiliki sifat yang sakral dan mistis. Tarian dewa ayu dilakukan oleh
banyak orang yang mengalami sumbuan.
Orang sumbuan adalah orang yang sudah ditakdirkan dan mendapat restu dari Ida
Sang Hyang Widhi untuk menarikan tarian ini. Tidak semua warga Seraya dapat
menari dewa ayu. Tarian dewa ayu masuk dalam kategori tari sang hyang, karena
tari dewayu ditujukan untuk para Dewa dan Leluhur.
Pada
prosesi tarian dewa ayu, banten yang merupakan kharakteristik dari tarian
tersebut adalah banten peneman. Tanpa
adanya banten tersebut, maka tarian dewa ayu tidak akan dapat dilakukan. Tarian
dewa ayu tidak dibatasi oleh umur, jenis kelamin, ataupun yang lainnya. Seseorang
yang sudah mendapatkan restu untuk menari, maka akan seterusnya dapat menarikan
tarian tersebut. Sehingga saat upacara dimulai, tanpa menaripun orang tersebut
akan secara tidak sadar menyambar keris penari lain.
Tarian
dewa ayu ini menggunakan keris. Keris yang digunakan tidak sembarangan. Keris
harus dibuat langsung oleh seorang pande.
Setelah keris selesai dibuat, keris tersebut harus di Pasupati atau disucikan. Tempat
menaruh keris tersebut adalah tempat suci. Apabila keris jatuh dan tergeletak
di tanah, maka keris tersebut harus diberikan tirta atau air suci untuk mensucikannya lagi. Hal ini dikarenakan
tanah identik dengan suasana yang kotor atau tidak suci, sehingga harus di
bersihkan kembali. Tidak sembarangan orang dapat memiliki keris tersebut, hanya
seorang pande dan jero mangku yang memiliki keris
tersebut.
Proses
dari tarian dewa ayu adalah:
1.
Nyari/Makan
Dalam tarian dewa ayu,
hal pertama yang dilakukan setelah sembahyang bersama adalah nyari. Nyari berasal dari kata “sari”
yang artinya inti. Nyari atau makan bertujuan untuk memohon berkah dari
dewa dengan memakan nasi dan lauk yang sudah di persembahkan kepada dewa.
Biasanya nyari dilakukan di dalam merajan tempat upacara dilaksanakan.
2.
Mesapa
Proses kedua dari
upacara dewa ayu adalah mesapa. Kata mesapa berasal dari kata “sapa” yang
artinya menyambut. Dalam proses mesapa,
orang-orang yang ingin menari dewa ayu natab
banten pesapaan. Tujuan dari
banten ini adalah untuk memohon doa restu dari dewa, agar diberikan restu untuk
menarikan tarian sakral ini yaitu dewa ayu.
3.
Ngelegong
atau
menari
Pada proses inilah
tarian dewa ayu terjadi. Awalnya penari hanya menari dengan biasa saja dan
memejamkan mata dengan aluan gong yang mengguncang. Saat itu penari akan
meresapi dan menikmati alunan musik gong tanpa sadarkan diri. Biasanya ketika
musing gong pada tempo yang cepat, tanpa sadar orang akan kerauhan dan ingin mengambil keris yang telah didisiapkan oleh
pemangku ataupun pihak pemilik upacara. Pada saat yang bersamaan, orang-orang
akan banyak kerauhan, sehingga jika
keris sedikit, maka penari akan digilir sesuai dengan jumlah keris yang ada.
Penari yang tidak mendapatkan keris harus di pegang dengan kuat, karena tenaga
penari lebih kuat dari aslinya.
Dalam menari, seorang
penari dewa ayu dapat menggunakan 1-3 keris secara bersamaan. Setiap penari
memiliki cara menari yang berbeda-beda, ada yang menusukkan keris pada
lehernya, ada juga yang menusukkan keris pada atas payudaranya.
4.
Nunas
Tirta atau minum air suci
Minum air suci
merupakan proses terakhir dari tarian dewa ayu. Ketika selesai menari, penari
dewa ayu akan lemas. Ciri apabila penari selesai menari adalah menguncupkan
tangannya yang berisi keris didepan dahinya. Maka saat itu, keris harus segera
diambil agar tidak jatuh dan menyentuh tanah. Selanjutnya penari akan dipapah
menuju jeroan untuk minum air suci
serta melakukan pengelukatan. Tujuan
dari pemberian air suci ini adalah untuk memulihkan tenaga penari. Pada saat
menari, penari tidak sadarkan diri dan banyak mengeluarkan tenaga saat menari.
Penari jika tidak
merasa puas, akan kembali menari pada gelombang selanjutnya. Pada saat menari
awal, penari akan secara bersamaan menari, namun tidak semua penari akan kerauhan. Setelah selesai penari yang kerauhan menari, barulah penari lain
akan menari kembali. Hal ini akan terus berulang sampai seluruh penari merasa
puas menarikan tarian dewa ayu.
Sebagian
besar masyarakat Karangasem Seraya tidak memperbolehkan saat menari penonton
mengeluarkan kata-kata kasar ataupun acuh tak acuh dalam upacara tersebut. Hal
tersebut akan memicu timbulnya rasa marah dari penari dewa ayu itu sendiri.
Terdapat beberapa kejadian ketika hal tersebut dilanggar salah satunya adalah
penonton yang mengatakan hal tersebut, terkena kotekan keris pada bibirnya.